Aku dan kawan-kawan maju ke papan pengumuman itu. Hatiku tak perlu
degdegan karena dimanapun ku ditempatkan aku sudah siap. Aku bersyukur
di saat aku melihat nama ku di X2. Waw.. bangga ku rasa. Meski masih ada
x1 tapi aku bersyukur. Kuperiksa nama teman masa depanku dan aku
bahagia aku mengenal 1 orang di sana dia adalah temanku semasa MOS dulu
REY.
Hari pertama sekolah dimulai. Agak risih juga memakai baju ini, putih
abu-abu. Wajah yang tak kukenal kini berkumpul di kelas itu dengan
bahagia, sepertinya mereka merasakan apa yang kurasakan hari ini. Meraka
begitu hangat dan ramah lihat saja di sana gadis kecil yang baru datang
itu. Dia menyunggingkan senyumnya yang manis sambil menyapa “hai..
selamat pagi.” Dia begitu ramah kelihatannya dia baik.
Gadis itu melangkah ke salah satu tempat duduk di depan sana. Dia
sepertinya langsung mendapatkan teman duduk, dan setelah itu dia
meneruskan langkahnya ketempat dudukku. Apa dia mengenal ku? Atau..?
“hay rey..” sapa dia pada teman dudukku ini. Ow ternyata dia kenal
dengan rey.
“citra.. kamu di sini juga” kata rey dengan ramah. Kelihatannya mereka adalah teman dekat.
“ia dong brow.. hum asik yah kita bisa satu kelas. Jadi kalo pulang bisa pulang bareng dong..”
“iya lah. Asik wah sebuah kebetulan yang luar biasa..”
Citra memandangku. “hay.. senang bertemu denganmu. Boleh kenalan?”
“juga.. namaku arga.”
Tak kuduga dari sinilah mulai terukir persahabatan antara kami bertiga,
setiap pagi senyuman manis mereka menbuatku semangat. Canda tawanya
membuatku bahagia, ketika hati tengah gundah mereka selalu siap menjadi
tempat curhat ku, meski kadang perbedaan selalu terbentang jauh namun
tak pernah kami bertengkar selalu ada jalan keluar untuk masalah yang
mendatangi kami.
“penguman disampikan kepada siswa kelas X yang berminat menjadi anggota musik smansa agar segera mendaftarkan diri di panitia.”
Wah. Hal ini begitu membuatku girang, setelah sekian lama menunggu
kesempatan untuk bergabung dengan musik smansa yang selalu menjadi buah
bibir di masyarakat kini akan aku wujudkan. Aku berjanji di suatu saat
nanti aku akan menjadi anggota musik smansa, meski tantangannya berat.
Kali ini kami bertiga mengikuti audisi itu, karena tampa ku sadari
ternyata kami bertiga memiliki hobby yang sama dalam musik.
“waw.. harus semangat nih secara kita bertigakan ikut..” kataku menyemangati
“yoi tapi masih banyak sih saingan.” Kata citra
“ia nih aku kok gak PD yah..” kata rey merenda. Ya meski sebenarnya jika aku melihatnya dia memiliki bakat.
“aduh aku gak mau daftar deh kayaknya, aku takut.” Kata Rey pesimis.
Setelah melihat banyak anak-anak yang berminat, khususnya yang menjadi
anggota exkul paduan suara.
“aduh Rey, gak ada salahnya kali mencoba. Coba aja dulu siapa tau bisa,
kalo gak bisa lolos kan anggap aja ini sebagai pengalaman iya kan.” Kata
Citra yang selalu menberi dukungan.
“iya benar tuh Rey..” kataku menimpali.
Akhirnya nama kami bertiga ditulis di kertas pendaftaran itu, Rey suara
bass, aku di tenor dan citra sebagai alto. Partitur segera dibagikan dan
yang menbuat ku kaget besok langsung audisi menbaca not. Saat inilah
solidaritas kami teruji. Meski beda suara namun kami terus berlatih
bersama saling mendukung.
“do.. re.. mi…” suara melodi yang kami keluarkan, ternyata membaca not
itu menyenangkan juga Meski ada beberapa yang susah, dan kadang aku
salah dalam membaca tanda not tapi kita bertiga tak menyerah. Kita
berusaha sebisa mungkin.
“gais.. lelah juga yah latihan. Terapi dulu yuks.” Kataku yang
mulailelah berlatih seharian. Yang langsung ditimpali rasa penasaran
citra.
“ha! Apa kunteng? Terapi? Yang bener? Terapi apaan? Dimana?” aduh buset
dah.. kelewatan bangat nih orang nanya biasanya juga satu-satu.
“iya. Terapi ikan. Dekat leb komputer.” Aku menjelaskan sedetail
mungkin. Lucu juga sih biasanya kan yang makan ikan tuh manusia. Ini
ikan yang makan manusia. Hehehe.. lain coy
“wah asik nih. Langsung cebur dah gue.” Kata citra cewek yang suka aneh
itu. Dia langsung membuka sepatunya dan menaruh kakinya di kolam ikan
itu. “aw.! aw! geli.. geli..” kata citra seketika sambil
melompat-lompat. Aku dan rey tertawa geli meihat tingkah citra yang
lucu.
“makanya.. kalo bertindak tuh jangan asal. Sotoy sih lo.” Kata Rey merayu. Wajah citra seketika berubah cemberut lucu juga.
“udah ah dari pada bertengkar ke kelas lagi yuk. Latihan lagi kan kita mau audisi ntar.” Kata u.
Yeah.. sampai di kelas lain lagi yang dibuat. Rey malah utak-atik
kamera. “woi. Foto bareng yuk.” Akhirnya kita malah sibuk lagi bertiga
mengekspresikan gaya-gaya yang super alay. “creg.. creg..” fotonya unik
juga. Orangnya kayak do re mi lagi.
Sekarang jam 3.
OMJ waktu sepertinya begitu cepat. Kita melangkah ke ruang musik untuk
audisi. Di sana telah banyak anak-anak. Waw banyak juga yang berminat.
Di sana kami bertiga saling mendukung sambil hatiku tercengang.
“semangat..”
Akhirnya setelah melakukan audisi dengan waktu yang panjang. Audisi
selesai juga. Tinggal nunggu pengumuman. Dan besok kita dengar
pengumannya. Takut juga.
“wi.. pasti gua gak lolos nih” kata rey dan citra. Aduh kenapa ni berdua
jadi pesimis. Aku jadi terbawa lagi. Tapi besok baru diterima jawaban
yang pasti.
Kami bertiga melangkah ke papan di ruang musik, banyak sekali anak-anak
di sana. Kami mencari nama masing-masing. ‘Arga’ yes namaku ada. ‘rey
putra’ yeah rey juga masuk. Dari tadi citra cemberut dan sedih. “kenapa
lo?” “liat aja sendiri” katanya cuek. Di sana tidak ada nama citra.
Sedih sekali rasanya. Seketika air mata citra jatuh, dengan kecewa citra
berlari pulang. Aku sedih melihat sahabatku ini.
“citra tunguin kita dong” kami berlari mengejar citra dan akhirnya dapat
juga. “woi jangan sedih gitu dong. Ini kan baru tahap pertama lagian
kamu juga yang bilag kalo gak lolos anggap aja ini pengalaman.” “kalian
gak tau apa yang aku rasakan karena kalian lolos”
Mulai saat itu citra gak peduli lagi sama kita, dia pendiam dan tidak
seceria dulu, banyak perubahan padanya, dia kini tidak sesemangat dulu
dalam belajar musik, bahkan selalu menutup telinga ketika mendengar kata
musik, jujur kita sedih bangat.
“rey. Aku kasian deh sama citra.”
“aku juga. Dekati yuks.”
Kita mendekati citra. “citra lo kok gini sih.”
“begini apa?”
“lo tuh berubah”
“gak kok. Perasaan kalian aja”
“gak cit. cit kita ngerti kok gimana perasaan lo..”
“memangnya perasaan gue gimana?”
“lo pasti sedihkan lo gak lolos, tapi lo gak boleh nyerah. Lo juga
jangan jauhin kita dong kita kan kangan sama lo, kasian l yang selalu
murung gitu, apa lo gak kangan sama kita?”
Sesaat citra terdiam. Sambil meneteskan air mata. Aku dan rey menghapus air matanya.
“lo gak boleh nangis, karena air mata lo adalah luka untuk kita, dan
sebagai sahabat kita gak mau liat lo gini terus, kita sayang sama lo.”
“iya maafin gue yah, gue janji gak akan murung lagi”
“yeah.. gitu dong.”
Aku dan rey segera memeluk citra, bahagia rasnya melihat citra bahagia lagi
Contoh Teks Cerpen Cinta
Takdirlah Sutradaranya
Andai kau menyatukan sepasang kasih, tiada luka menyayat lara, tiada
puitis mengandung dusta tiada air mata terbuang percuma, tiada hidup
berakhir sia. Tidakkah kau dengar rengkuhan doa memanggil cinta?
Takdir, kutulis kisahku menyentuh ibamu, berharap kau satukanku dengan kasihku.
—
Disepertiga malam, masa seakan berhenti. Seakan semua terkesima mendengar munajatku yang memohon akan cinta.
Kasihku berawal dari perjumpaanku dengan Rahman, kala ia menjadi guru ngajiku.
Rahman istimewa. Ia tuli dari konsonan kata tak bermakna, ia bisu dari
ucapan kotor dari bibirnya, ia lumpuh dari jalan mungkar. Ia hafidz. Ia
nyaris sempurna. Namun, penglihatan diambilNya, agar ia tak terlena oleh
kegelimangan dunia fana.
Aku mencintainya.
Suatu hari, Rahman meminagku. Aku bahagia, hingga aku lelah sendiri agar semesta tau tentang bahagiaku.
Namun kenyataan menumbuhkan ego, kala orangtuaku menolak Rahman, bahkan mencacinya.
“Dasar orang buta! Mau kau kasih makan apa anakku. Hidupmu saja di panti asuhan. Mau kau ajak ngemis nantinya he…”
Cinta. Aku kalap. Orang tuaku murka hingga menumbuhkan penyakit ginjal dalam diriku.
“Jika kita berjodoh, Insyaallah kita akan bertemu sebagai pasangan yang hahal La.”
Ingin hati memeluknya. Menangis, bercerita akan hidupku yang rapuh digerogoti asa yang terlanjur bahagia.
“Aku mencintaimu Mas.”
“Aku pun masih mencintaimu La. Tapi, simpanlah cinta itu untuk pasangan kita kelak.”
“Mas…” aku menunduk. Pandanganku kabur. Gelap.
—
Nyeri menusuk igaku. Tarikan nafas seakan mencekikku. Setelah operasi ginjal tiga hari lalu, aku siuman.
Sebuah mukena dan tape recorder ada di sebelah tempat tidurku.
“Laila terkasih…
Telah kuterima ketulusanmu dengan cintaku. Jaga ginjalku Lalila.
Perkenalan denganmu adalah bahagiaku, aku pergi dengan tenang, kutunggu
kau di surga, bersama kebahagiaan cinta kita. Insyaallah.”
Aku terseok mengejar waktu membawa Rahman pergi. Menghampiri hujan uang serasa menjahit kulitku.
Kejam!! Takdir… Kemana kau bawa Rahman? Aku ingin kebersamaan, bukan ginjal…
Sebuah truk melaju kencang. Aku mematung di tengah jalan. Biar kuakhiri
semua disini. Aku siap. Rodanya melaju semakin dekat. Aku memejamkan
mata dan… trus itu menembus tubuhku.
Tubuhku terlihat samar. Terasa ringan terangkat ke udara. “Kau tak perlu
melakukan itu Ukhti.” suara Rahman lembut, lalu menggandeng tanganku
menuju titik terang.
—
Siti menangis tersedu di atas makam putrinya, Laila. Operasi yang
dijalani anaknya gagal. Penyesalannya adalah anaknya meninggal dalam
keadaan kecewa akan cinta yang ditentangnya. Ia hanya bisa meratap penuh
penyesalan.
“Maafkan ibu nak. Semoga kau bahagia di surga bersama Rahman…” doanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar